Bengkulu Utara – Forum Masyarakat Bumi Pekal (FMBP) menegaskan bahwa mereka telah mengikuti seluruh prosedur resmi. Mulai dari audiensi dengan pemerintah daerah hingga aksi protes di lapangan. Namun, hingga kini, transparansi PT Agricinal terkait legalitas HGU masih dipertanyakan.
Audiensi yang dipimpin oleh Bupati Bengkulu Utara, Ir. H. Mian, sempat menghasilkan instruksi agar PT Agricinal membuat batas (boundary) HGU yang disaksikan oleh instansi pemerintah terkait. Tujuannya, mencegah konflik berkepanjangan antara perusahaan dan masyarakat.
Namun, kenyataannya justru sebaliknya. PT Agricinal diduga membuat batas HGU secara sepihak tanpa melibatkan instansi pemerintah yang telah diinstruksikan Bupati. FMBP menilai bahwa instansi pemerintah menolak dilibatkan secara resmi karena batas yang dibuat perusahaan tersebut tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
“Bupati sudah tegas memerintahkan agar pembuatan batas HGU melibatkan instansi pemerintah. Tapi, Agricinal malah membuat batas diam-diam tanpa melibatkan pihak yang seharusnya hadir. Ini semakin mencurigakan,” kata Ketua FMBP, Sosri, Sabtu (13/12/2024).
Kunjungan Lapangan Berujung Kekecewaan
Kunjungan lapangan yang dipimpin oleh Penjabat (PJ) Bupati Bengkulu Utara, Kepala BPN, dan sejumlah instansi lainnya, juga tidak membuahkan hasil memuaskan. FMBP menyebut, dalam kunjungan tersebut, PT Agricinal dan Kepala BPN tidak mampu menunjukkan dokumen pembaruan perpanjangan HGU.
“Saat kunjungan itu, kami minta PT Agricinal dan Kepala BPN menunjukkan dokumen pembaruan HGU. Tapi, mereka tak bisa memberikannya. Ini bukti bahwa ada sesuatu yang disembunyikan,” tegas Sosri.
Ketidakjelasan ini dianggap sebagai bukti ketidaktransparanan pihak yang memiliki kewenangan. FMBP khawatir bahwa ketiadaan dokumen tersebut menjadi celah bagi manipulasi data dan pengaburan status lahan yang seharusnya menjadi hak masyarakat.
Aksi Blokade dan Pendudukan Lahan
Sebagai respons atas ketiadaan kejelasan tersebut, FMBP menggelar aksi blokade jalan menuju wilayah operasional PT Agricinal. Tak hanya itu, masyarakat juga melakukan aksi pendudukan lahan yang diduga berada di luar wilayah HGU perusahaan.
Namun, aksi ini seolah tak dihiraukan. Baik dari pihak perusahaan maupun pemerintah, tak satu pun yang memberikan tanggapan. Hingga kini, FMBP juga belum menerima surat resmi terkait aksi-aksi yang mereka lakukan, baik berupa somasi, teguran, atau pemberitahuan lainnya.
“Kalau memang aksi kami melanggar hukum, kenapa tak ada somasi atau surat teguran dari Agricinal atau pemerintah? Ini jadi tanda tanya besar. Jika perusahaan memang legal, kenapa mereka diam?” ungkap Sosri.
FMBP semakin yakin bahwa status legalitas HGU PT Agricinal patut dipertanyakan. Jika perusahaan memiliki izin resmi dan perpanjangan HGU yang sah, mestinya mereka mampu membuktikan keabsahan dokumen tersebut.
FMBP Layangkan Surat ke ATR/BPN Provinsi
Tak berhenti di situ, FMBP juga akan melayangkan surat kepada ATR/BPN Provinsi Bengkulu. Surat tersebut bertujuan untuk meminta kejelasan status legalitas HGU PT Agricinal, terutama mengenai dokumen pembaruan perpanjangan HGU.
Namun, sejauh ini, FMBP mengaku belum menerima respons dari ATR/BPN Provinsi. Hal ini semakin menguatkan dugaan bahwa ada “permainan” di balik proses perpanjangan HGU tersebut.
“Kami sudah bersurat ke ATR/BPN Provinsi Bengkulu, tapi sampai sekarang belum ada jawaban. Kalau memang tak ada masalah, mestinya mereka berani menjawab surat itu,” tambah Sosri.
Meski melakukan aksi blokade, FMBP tetap menghargai kehadiran aparat kepolisian yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
FMBP Desak Keadilan dan Transparansi
Puncak dari tuntutan FMBP adalah keadilan dan transparansi. Masyarakat hanya ingin PT Agricinal memenuhi janji pelepasan HGU sesuai surat pernyataan yang ditandatangani pada 18 September 2020.
Masyarakat juga mendesak agar pihak berwenang, termasuk ATR/BPN, menunjukkan peta lahan yang jelas dan akurat, sehingga tidak ada lagi konflik berkepanjangan. Jika status HGU perusahaan jelas, maka proses pelepasan lahan akan lebih mudah dilakukan.
Bagi FMBP, perjuangan ini bukan sekadar soal lahan, tetapi juga soal keadilan. Mereka menginginkan pengelolaan lahan dilakukan secara transparan agar tidak ada ruang bagi manipulasi data dan penggelapan status lahan.
“Kami hanya minta transparansi. Kalau Agricinal memang legal dan memiliki dokumen yang sah, tunjukkan saja. Jangan buat masyarakat curiga,” pungkas Sosri.
Seruan FMBP: Jangan Biarkan Rakyat Terus Menunggu
FMBP berharap konflik ini segera diselesaikan. Mereka meminta Bupati, ATR/BPN, dan pemerintah pusat bertindak lebih tegas terhadap PT Agricinal.
Jika tak ada kejelasan, FMBP berencana menggalang dukungan dari organisasi masyarakat sipil, tokoh adat, dan jaringan nasional. Bahkan, mereka tak segan-segan untuk membawa perkara ini ke tingkat nasional dengan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Jangan biarkan rakyat terus menunggu tanpa kejelasan. Ini soal hak yang sudah dijanjikan. Kami sudah melaporkan dan bersurat ke KPK agar semuanya terbuka,” tutup Sosri.
Meski melakukan aksi blokade, FMBP tetap menghargai kehadiran aparat kepolisian yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). (YG4)